media-wartanusantara.id — Seorang gadis di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) mengalami nasib malang. Ia menjadi korban kebiadaban ayah kandungnya sendiri dan kini telah melahirkan anak kembar.
Korban tak berdaya, saat ayahnya mengancam dengan parang jika tak melayani nafsunya. Korban diancam dibunuh.
Akibat perbuatan terlarang ayah kandungnya, korban hamil dan melahirkan anak kembar.
Kasus ini dialami oleh korban berinisial YVT (28). Ia diperkosa ayah kandungnya AT (56), warga Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi NTT.
Korban mengalami kekerasan seksual dan pengancaman ini sejak bulan Juli 2020 lalu.
Kapolres TTS, AKBP Andre Librian, SIK., melalui Kasat Reskrim Polres TTS, Iptu Hendrica Bahtera, S.TrK., SIK., MH., Selasa (27/4) mengakui kalau sekitar bulan Juli 2020 lalu, korban YVT pulang dari Kabupaten TTU dan ke rumahnya di Desa Hoi, Kabupaten TTS
Di rumahnya korban tinggal bersama pelaku dan 2 orang saudari nya yang lain.
Pada 5 juli 2020 lalu, korban YVT berulang tahun yang ke-28.
Pelaku AT kemudian mengajak korban pergi ke kebun milik MB, kurang lebih 500 meter dari rumah mereka.
Ketika sampai di kebun milik MB, pelaku langsung mengancam korban menggunakan sebilah parang yang ditempelkan pada leher bagian kiri.
Pelaku mengancam akan membunuh korban jika korban menolak dengan berhubungan badan.
Karena merasa terancam maka lorban melepaskan pakaiannya sehingga pelaku langsung melakukan hubungan badan dengan korban layaknya pasangan suami istri.
Akhir bulan Juli 2020, pelaku kembali mengajak korban untuk berhubungan badan yang kedua kali.
Kali ini dilakukan pada malam hari di kebun yang letaknya persis di belakang rumah pelaku.
Lagi-lagi karena takut diancam maka korban menuruti ajakan pelaku.
“Akibat dari hubungan badan tersebut maka korban hamil,” ujar Kasat Reskrim Polres TTS.
Ketika umur kehamilan korban satu bulan, pelaku membujuk korban untuk mengugurkan janin menggunakan ramuan kulit pohon bubuk.
Pelaku memaksa korban menggugurkan janin karena kuatir diketahui orang lain dan kerabat mereka.
Meski dipaksa, korban menolak bujukan dan permintaan ayahnya ini.
Pada Selasa (20/4/2021) lalu, sekitar pukul 00.30 Wita, korban melahirkan anak kembar berjenis kelamin laki-laki.
Proses persalinan dibantu pelaku dan dua adik korban YT dan AT.
Bayi kembar pertama lahir dengan selamat.
Pelaku kemudian memanggil DK, seorang tukang urut untuk membantu memotong tali pusar bayi.
Saat pelaku dan DK tiba di rumah, korban sudah melahirkan bayi kembar kedua namun dalam keadaan meninggal dunia.
Karena salah seorang bayi sudah meninggal, maka pelaku menggali kubur kemudian berdoa dan menguburkan jenasah bayi tersebut di dalam rumah bulat yang juga merupakan dapur.
Bayi yang masih hidup sudah dipotong tali pusar nya. Sementara bayi yang sudah meninggal tidak dipotong tali pusarnya.
Kasus ini kemudian diketahui oleh aparat kepolisian sehingga akhir pekan lalu anggota Polsek Amanuban Tengah dan Bhabinkamtibmas Kecamatan Oenino dipimpin Kapolsek Ipda Marthen L. Petterson Riwu, SH., mendatangi lokasi kejadian dan melakukan penyelidikan serta mengamankan lokasi kejadian.
Anggota Unit Identifikasi Polres TTS dipimpin Kasat Reskrim Iptu Hendrica Bahtera, S.TrK., SIK., MH., ke lokasi kejadian dan melakukan olah TKP didampingi dokter Lisda Yolanda dan dokter Siagian dari Puskesmas Niki-Niki.
Olah TKP digelar di rumah bulat dengan diameter 8 meter, dinding terbuat dari bambu, atap terbuat dari alang-alang dan terdapat 1 pintu.
Di dalam rumah bulat tersebut terdapat 2 buah balai-balai, 2 buah tungku api.
Di bawah batu pelat tersebut terdapat galian berupa lubang yang dalamnya 40 centimeter yang tertimbun tanah.
“Didalam lubang tersebut terdapat bungkusan yang didalamnya terdapat seorang bayi laki-laki dalam keadaan meninggal dunia dan satu batang pisang berwarna ungu,” ujar Kasat Reskrim Polres TTS.
Bayi tersebut terbungkus dengan dua buah baju yakni baju yang terbungkus dari luar berwarna oranye bergaris hitam dan baju bagian dalam berwarna oranye.
“Panjang badan bayi 46 centimeter. Bayi terbungkus dengan plasenta. Bayi dalam keadaan terlilit tali pusat dengan 1 putaran di leher,” ujarnya.
Setelah di lakukan olah TKP dan pemeriksaan oleh dokter dari Puskesmas Niki-Niki diduga bayi tersebut meninggal karena terlilit tali pusar dan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh bayi.
Keluarga menerima kematian bayi tersebut dan untuk menguatkannya maka keluarga membuat surat pernyataan penolakan otopsi agar keluarga dapat mengurus jenazah bayi tersebut guna dimakamkan secara adat dan kepercayaan.
AT saat ini sudah diamankan di Polsek Amanuban Tengah karena diduga tersangka telah melakukan kekerasan seksual sesuai dengan pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,” tandas Kasat Reskrim Polres TTS. (Red)