media-wartanusantara.id — Rencana Pemerintah Daerah (Pemda) Mabar untuk meminjam dana 1,8 T kepada PT SMI dan beberapa kementerian, mendapat respons kritis dari pelbagai elemen masyarakat. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perindo Mabar, Stanislaus Stan kepada media ini, Sabtu (12/6/2021) menegaskan bahwa keputusan untuk mengutang itu merupakan tindakan nekat.
“Mabar butuh pemimpin yang berani, bukan pemimpin yan nekat .
Rencana Pemda Mabar meminjam uang sebesar 1,8 T adalah langkah yang terlalu nekat”, tegas Stanis.
Dirinya sangat menyayangkan kebijakan nekat semacam itu. Pasalnya, di tengah negara dan bahkan dunia yang sedang mengalami krisis, di Mabar malah mencetak hutang yang angkanya sangat fantastis.
“Aneh memang. Negara dan juga dunia internasional sedang dilanda krisis pandemi Covid-19. Tetapi, Pemda Mabar malah memilih untuk mengutang dengan angka yang cukup besar”, terang Stanis.
Kendati demikian, dirinya tetap mengakui bahwa masalah utama kita di Manggarai Barat adalah infrastruktur jalan yang belum terhubung dan tersambung. Namun tidak serta merta, atas alasan itu pemerintah mengambil jalan nekat untuk menghutang sampai triliunan di saat yang kurang tepat.
“Konsep berpikirnya sangat logis, namun timingnya tidak tepat. Kondisi infrastruktur jalan yang buruk tidak bisa dijadikan alasan untuk mengutang di saat krisis”, papar Stanis.
Salah satu pegiat pariwisata itu membeberkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan terkait dengan kebijakan pinjaman itu.
Pertama, krisis global (covid 19) berdampak pada kebijakan travel warning di beberapa negara. Tentu kenyataan itu sangat berdampak langsung pada lesunya sektor pariwisata di Mabar.
“Kita tidak pernah tahu kapan krisis ini berakhir”, ucap Stanis dalam nada retoris.
Kedua, padahal sektor handal yang menjadi sumber PAD terbesar untuk bisa bayar hutang + bunga adalah justru sektor pariwisata yang lagi lesu untuk batas waktu yang tidak bisa kita ketahui itu.
Ketiga, jika Pemda Mabar punya strategi out of the box untuk bisa mengembalikan hutang (pokok + bunga), baiknya tenor pinjaman mesti berbanding lurus dengan masa berkuasa.
“Mengapa 8 tahun? Apa ada jaminan bahwa penguasa hari ini masih berkuasa pasca pilkada 2024? Atau sengaja mewariskan hutang untuk bupati berikutnya? Di titik ini, saya menilai bahwa ini bukan langkah berani, tetapi sudah termasuk kategori nekat”, imbuh Stanis.
Lebih lanjut, Stanis mendorong semua komponen masyarakat untuk berdiskusi mencari langkah pemecahan yang tepat untuk problem infrastruktur jalan di Mabar.
Saya mengajak semua pihak duduk bersam, cari solusi lain tanpa harus berhutang sebesar itu . Kalau saja ada hasil studi bahwa dengan dibangun semua infrastruktur jalan itu, maka secara langsung ada dampak pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan hingga berpengaruh pada kemampuan PAD untuk menyicil hutang selain dari sektor pariwisata, maka kebijakan itu kita dukung”, jelas Stanis.
Karena itu, dirinya meminta Pemda untuk memakai prinsip kehati-hatian dalam menelurkan sebuah kebijakan.
“Saya berharap Pemda Mabar butuh kehati-hatian. Pemda Mabar bisa memilahkan mana langkah berani dan langkah yang mengandalkan unsur kenekatan saja”, tutup Stanis. (YB).