JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) RI menggelar rapat kerja bersama dengan Komisi IV DPR RI, Senin (18/11) di Gedung Parlemen Senayan Jakarta.
Hadir dalam rapat ini yaitu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bersama jajaran Kementan dan anggota Komisi IV DPR RI.
Di hadapan anggota Dewan Menteri SYL memaparkan program kerja 2020 dengan dukungan anggaran pertanian sebesar Rp. 21,05 triliun.
Sementara itu anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, asal NTT Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.SI atau yang akrab disapa Ansy Lema ketika diberi kesempatan untuk berbicara dalam rapat ini menyampaikan gagasan utama, yaitu pembasmian kemiskinan di NTT melalui pengembangan pertanian lahan kering.
Dikutip dari laman Facebook Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.SI, Ia mengatakan bahwa kemiskinan di Indonesia dalam trend menurun. Namun ini tidak berbanding lurus dengan NTT. Kemiskinan di NTT berada pada level yang stagnan sejak 2015, yaitu pada kisaran 21-22 persen.
“Kemiskinan di Indonesia dalam trend menurun. Posisi terakhir pada Maret 2019 adalah 9,41 persen atau 25,15 juta masyarakat miskin. Angka tersebut tidak berbanding lurus dengan NTT. Kemiskinan di NTT berada pada level yang stagnan sejak 2015, yaitu pada kisaran 21-22 persen. Terakhir, pada Maret 2019 adalah 21,09 persen atau 1,146 juta jiwa. Artinya, kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah belum mampu menekan angka kemiskinan di NTT,’’ tandas Ansy.
Menurut Ansy, yang menjadi akar penyebab kemiskinan di NTT adalah sektor pertanian.
“Bagaimana bisa? Penyumbang terbesar garis kemiskinan di NTT adalah sektor makanan (78,17 persen) dan ini paling banyak terjadi di wilayah pedesaan. Oleh karena itu, sektor pertanian harus menjadi fokus perbaikan agar bisa menekan angka kemiskinan. Kemiskinan NTT identik dengan kemiskinan petani,’’ tegasnya.
Dijelaskan Ansy Lema bahwa, sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama penduduk NTT.
“Sekitar 1,16 juta (48,7 persen) penduduk bekerja di sektor ini. Adapun, jumlah petani berjumlah 942.455 orang,’’ katanya.
Ansy Lema pun mengusulkan, untuk menanggulangi kemiskinan yang terjadi di NTT ini yaitu dengan mengoptimalkan potensi pertanian lahan kering.
“Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan?. Optimalkan potensi pertanian lahan kering. Luas lahan basah (sawah) di NTT adalah 214.387,90 hektar. Sementara, luas lahan kering sebesar 1.331.373 hektar. Perbedaan rasio luas lahan basah dan kering cukup jauh, yakni 1:9.,’’ beber Ansy.
Lanjut Ansy, selama ini, apa yang telah dilakukan pemerintah Jokowi melalui pembangunan bendungan, misalnya, lebih berdampak pada intensifikasi dan ekstensifikasi lahan basah.
“Hal itu, kurang berdampak atau menyasar lahan kering yang potensinya luar biasa besar di NTT,’’ ujarnya.
Salah satu solusi yang bisa membantu petani lahan kering dalam mengelola pertaniannya, kata Ansy Lema adalah modal atau alat excavator. Hal ini menurut Ansy karena karakteristik sebagian besar tanah di NTT keras dan kaku, sehingga petani merasa kesulitan jika hanya menggunakan modal atau alat pertanian konvensional seperti linggis dan traktor.
“Penggemburan tanah lahan kering yang bisa menyerap air dengan maksimal adalah kunci tanah menjadi subur. “Menanam air” sama artinya dengan menggemburkan tanah. Oleh karena itu, Kementan perlu hadir dengan skema pembiayaan khusus agar dapat mengadakan excavator untuk membantu petani lahan kering NTT,’’ pinta Ansy Lema.
“Dari paparan argumentasi di atas, saya meminta keberpihakan negara untuk bisa hadir di NTT dengan memberikan kebijakan yang solutif berdasarkan konteks nyata NTT. Selama ini pemerintah belum memberikan solusi yang tepat sasaran sehingga NTT hingga saat ini masih menjadi provinsi termiskin ketiga di Indonesia. Pola pengembangan pertanian lahan kering bisa membantu NTT keluar dari kemiskinan,’’ imbuhnya.
Kritisi 7 Bendungan di NTT
Anggota Komisi IV, Yohanis Fransiskus Lema mengkritisi fokus pembangunan 7 bendungan di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang hingga kini tidak signifikan meningkatkan pertanian dan kesejahterahan masyarakat NTT.
Dilansir dari rri.co.id, Ansy Lema yang merupakan politikus dari Fraksi PDI P ini menyebut 7 bendungan di NTT hanya dapat mendorong pertanian di 214.000 hektar dari total 1,3 juta hektar lahan di NTT.
Ansy juga menyebut pembangunan 7 bendungan yang menghabiskan dana Rp. 5,9 triliun harusnya dilakukan pembangunan yang merata sesuai lokasi lahan pertanian masyarakat.
“Ada 7 bendungan terkait dengan infrastruktur pertanian yang dibangun di NTT total dana dihabiskan 5,9 triliun rupiah, pembangunan bendungan berdampak pada pertanian lahan basah, warga dapat air dan perikanan ada, namun NTT sejatinya lahan kering ada 1,3 juta hektar, yang terdampak bendungan hanya 214.000 hektar,” ujar Ansy Lema.
Ansy Lema meminta Kementan dibawah pimpinan Syahrul Yasin Limpo untuk membuat visi dan misi yang fokus memberdayakan petani lahan kering di NTT. Menurutnya mayoritas masyatakat di NTT masih dalam kemiskinan dengan jumlah 1,1 juta penduduk miskin dari petani dan petani lahan kering.
“Sampai saat ini saya belum lihat ada visi besar ada grand design ada root map bagaimana pola pemberdayaan pertanian di lahan kering, kemiskinan mayoritas ada 1,1 juta penduduk NTT yang miskin adalah petani dan petani lahan kering,” pungkas Ansy Lema.