DENPASAR – Menyikapi polemik yang terjadi mengenai Revisi UU KPK yang sudah disetujui oleh Presiden Jokowi melalui Supres (Surat Presiden No : R-42/Pres/09/2019 ), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cab. Denpasar Sanctus Paulus Tahun 2019 melalui kajiannya mengambil sikap untuk menolak dilakukan Revisi UU KPK.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Denpasar Periode 2019-2020 Robertus Dicky Armando, S.H, menyatakan bahwa proses pengajuan Revisi UU KPK yang dilakukan oleh DPR RI masih sangat bermuatan politik. Hal itu dikarenkan proses pengambilan keputusan DPR sangat begitu cepat (kurang lebih 20 menit), tanpa setengah dari jumlah anggota DPR RI.
“Di tengah polemik Revisi UU KPK muncullah Pimpinan KPK yang baru. Keberadaan Ketua KPK yang baru menimbulkan pernyataan-pernyatan baik dari Internal KPK, organisasi pegiat Korupsi maupun masyarakat luas yang tidak menyetujui atau tidak menerima Ketua KPK tersebut. Hal inilah justru akan memperkeruh suasana di internal KPK itu sendiri,’’ ujar Dicky Armando kepada media ini di Denpasar Minggu14 September 2019.
Menurut kajian PMKRI ada 4 hal yang bisa ditimbulkan apabila UU KPK dilakukan Revisi antara lain, KPK tidak menjadi independen, Kerja KPK terbelit birokrasi, Terciptanya intervensi dari eksekutif dan Legitimasi KPK merosot tajam.
“Hal yang harus didasari bahwa KPK adalah alat negara yang dimiliki oleh “Presiden” dan negara untuk memberantas korupsi. Maka yang harus diperbaiki adalah bukan alatnya tetapi amunisi yang akan digunakan,’’ terang Dicky Armando yang juga Mantan Sekjen PMKRI Cabang Denpasar itu.
Menurut Dicky, jika salah satu alasan dilakukan Revisi UU KPK karena sudah tidak relevan dikarenakan hampir 17 tahun tidak dilakukan direvisi dengan tujuan untuk memberantas kasus-kasus korupsi, maka yang dilakukan pemerintah adalah melakukan peninjauan kembali atau merevisi terkait UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Yang lebih spesifik soal penanganan kasus korupsi mulai dari sanksi pidananya dll, terutama bagi korupsi yang dilakukan oleh BUMN, BUMS maupun Aparatur Sipil Negara. Dengan begitu maka kasus-kasus korupsi yang ada di Indonesia setidaknya mulai berkurang secara perlahan,’’ tutup Dicky.