YOGYAKARTA – Beredarnya isue demonstrasi mahasiswa yang digelar begitu masif saat ini untuk membatalkan pelantikan Jokowi mendapat sorotan dari Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Cabang Yogyakarta Astra Tandang.
Astra menilai, isue tersebut hanya untuk melemahkan gerakan mahasiswa yang betul-betul berjuang dari hati untuk Indonesia.
“Dengan gelombang massa mahasiwa yang digelar begitu massif di berbagai daerah, Jokowi gak usah baper kalau pelantikannya dijegal. Ya, akhir-akhir ini isuenya kan lebih banyak mengarah ke aksi mahasiswa dapat membatalakan pelantikan Jokowi. Gak usahlah dibetur dengan itu. Jokowi kan sudah sah memenangkan pemilu,” ucap Astra pada Jumat, (27/9).
Menurutnya aksi massa tersebut bisa dilihat sebagai moment koreksi besar-besaran untuk negara ini.
“Ini sebagai correction moment besar-besaran untuk negara ini ya juga untuk Jokowi. Bahwa Jokowi harus lebih baik mengurus negara ini,” ungkap Astra.
Ia juga menyoroti cara kerja DPR yang ngebut membahas sejumlah undang-undang (UU) di akhir periode kerja 2014-2019 tanpa memperhatikan masukan publik.
Astra Tandang menilai bahwa sejumlah RUU yang dibicarakan DPR dan Pemerintah dalam waktu dan tempo yang sesingkat-singkatnya itu datang dari kepentingan sekelompok orang. Apalagi berkaitan dengan RUU KPK yang tanpa rasa besalah DPR dengan gagah dan amat cepat mengetok palu.
“Aksi protes yang digelar begitu massif di berbagai kota besar di Indonesia tidak lain sebagai bentuk protes atas kuasa segelintir orang yang membuat RUU ini secepat kilat, dalam waktu dan tempo yang sesingkat-singkatnya tanpa didahului dengan mendengar masukan dari public,” terang Astra.
Ia malah menduga bahwa diketok palunya RUU KPK meskipun di dalamnya mengatongi banyak masalah adalah tidakan bar-bar DPR. Juga diikuti dengan munculnya RUU Pertanahan, Minerba, Ketenagakerjaan yang pasalanya juga penuh kontroversial.
“DPR mengabil sikap itu sangat bar-bar. Saya curiga ini bagian dari sekenario besar untuk merampok kekayaan negara ini oleh sekelompok orang yang pastinya legitimasi dan justifikasi keadilan buat rakyat tidak ada tempat di sana,” katanya.
“RUU Pertanahan akan meberikan masalah bagi penghilangan hak-hak masyarakat atas tanah, mempermudah pengusahaan lahan atas nama investasi, menutup akses masyarakat atas tanah, dan pemenjaraan bagi warga yang memperjuangkan hak atas tanahnya,” ungkap Astra lebih lanjut.
Di sisi lain, mantan Sekretaris Jendral PMKRI Cabang Yogyakarta itu melihat bahwa masalah tersebesar Indonesia adalah political coruptions.
“Ditengah Korupsi di Indonesia ini yang sangat massif sekali. Pada saat yang sama KPK dilemahkan. Ini sangat ngawur. Kita tahu kan, yang korupsi-korupsi itu kebayakan dari kalangan DPR dan pejabat negara. Bagaimana mau gak korup, mereka aja masuk senayan harus rampok dulu. Dan memang msalah terbesar kita ada di political coruptins. Politik yang dikorupsi,” tutur Astra.
Menurutnya sistem pemilu yang menelan banyak biaya juga menjadi fasilitator dari politic coruption yang ada.
“Kalau kita diagnosa masalahnya, ini juga difasilitasi sistem pemilu kita yang membutuhkan biaya yang sangat besar dan mahal. Tak heran DPR ngerampok dulu baru jadi DPR. Saya sering menyebutnya dengan DPR 212. 2 tahun awal dia tutup lubang, 1 tahun syukur-syukur dia eskekusi program dan 2 tahunnya lagi dia gali lobang lagi untuk periode selanjunya. Nah, ini yang harus kita benahai. Mungkin ke depannya pemilu harus dibiayai negara,” ungkap mahasiswa Ilmu Politik STPMD itu.
Astra juga meyayangkan soal munculnya isue Talibanisme yang menunggangi KPK dan gerakan mahasiswa. Ia bagian dari pembungkaman.
“Ramai tu di media aksi massa yang digelar mahasiswa dibungkam dengan isue radikalisme, Taliban. Ini sangat menghacurkan marwah gerakan mahasiswa yang demo berari-hari. Hingga ada yang meninggal lagi. Ini pengorbanan luar biasa mahasiswa,” tegas Astra.
“Pernah dengar kan permintaan pak Agus Raharjo yang mempersilahkan orang datang ke KPK untuk meriset ise pro Taliban di KPK. Tapi gak ada kan yang meriset. Tapi isue Taibannya massif sekal,” kata Astra.
“Sih Deni Siregar itu salah satunya yang mempropagandakan itu. Deni yang sampai sekarang saya juga belum tau dia kerja dimana, lembaganya apa dan sedekat apa dengan ruang tamu istana. Kalau ada yang pro Taliban, kenapa pasal yang direvisi itu hanya berkaitan dengan penyadapan, dewan pengawas dan SP3? Gak ada tu yang kaitanaya denga radikalisme,” ungkapnya tegas.
Lebih lanjut ia meyayangkan sikap Jokowi yang terlambat merespon produk RUU yang menjadi kontroversial.
“Sikap Jokowi yang menunda 4 RUU itu harus dibayar dengan luka-luka, darah, dan bahkan nyawa. Karena ada masa aksi yang meninggal. Belum lagi yang menghilang secara tiba-tiba,” keluh Astra.
“Semalam Dandy dari Alisnsi Jurnalis Independen (AJI) di tangkap karena katanya mengkritisi masalah Papua di akun media sosial. Ini bahaya, karena akan mempertebal gelombang protes massa. Masa dikritik, memberikan argumen kok dibungkam dan ditangkap. Ya, saya berharap Dandy segera dibebaskan dan semua kawan-kawan yang ditangkap harus dibebaskan,” ucap Astra.
Ia meminta juga agar DPR bertanggungjawab atas semua keadaan ini.
“DPR harus bertanggunjawab. Gara-gara sembernonya DPR mengurus negara ini. Harus ada mahasiswa yang berdarah dan bahkan hilang nyawa dalam beberapa hari belakangan ini.” tegas Astra.
“Saya juga mengharapkan kepada rekan-rekan Mahasiwa agar jagan mau dikambing hitam. Jangan mau dibentur oleh ise Taliban itu. Atau isue menggulingkan Jokowi. Kita tetap konsisten melawan ketidakadilan dan korupsi yang luar biasa masifnya di negara ini,” tutup Astra. (vp/rn/wn/red)