Sempit: Puisi Eky Amrosila

Sempit

Suatu saat di timur, sedekat mata memandang, sedalam hati merasakan.
Kehidupan begitu sempit, kemanusiaan semakin terhimpit.
Ada yang sengaja menjepit, ada yang sedang menjerit.
Ada yang coba mengkritik dan ada yang akan datang dari sana untuk mencekik.
kehidpuan begitu mudah di kendalikan orang-orang sehat yang sekarat nuraninya.

Seperti apa kata nelayan pada sore itu.
Di waktu senja meneggelamkan hari dan dedaunan kelapa bergesakan angin ia berkata.
“Jika kau ingin mencari kehidupan yang hidup. Berlayarlah ke lautan biru agar kau bisa membukakan biji mata dengan selebar­-lebarnya, betapa ombak mempermainkan nyalimu
mengombang-ambingkan perahumu di antara lipatan-lipatan gelombang
dan gemuruh angin yang menyambutmu ”
Sebab, kehidupan begitu sempit jika nelayan diabaikan dan lautan diremehkan.

Angin laut menghantarkanku di kaki gunung tinggi yang sunyi.
Tempat cendrawasih mendiami gugusan-gugusan gunung, tumpukan-tumpukan bukit dan melahirkan keadilan yang hampir punah. Dan burung berdasi bersayapkan uang kertas datang menghampiri menyirami kemiskinan yang tumbuh begitu subur.

Seperti apa kata petani pada malam itu.
Di pelosok kampung yang berselimut kabut gelap yang dingin ia berkata.
“Bila kau ingin merasakan kehidupan yang sehidup-hidupnnya, kau mesti menakhlukan ketakutan, hutan diantara kegelapan yang menyeramkan di balik pepohonan
Disanalah kehidupan mengerami nestapa“.
Kehidupan begitu sempit jika hutan di gantikan pabrik dan gedung.

Di tengah perkotaan yang sombong. Berjejer gedung-gedung pencakar angkuh dan dibelakangnya
anak-anak dan lansia meratapi kota saat hampir mati lapar. Menelan asap-asap pabrik menjadi penyakit untuk di hirup anak-anak miskin yang akan mati dan terkapar.
kemiskinan menjelma pengemis yang berserakan di bahu-bahu jalanan yang duduk dengan tangan hambar.

Seperti apa kata pemulung waktu itu.
Sambil berbaring di emperan toko beralaskan kasur dari koran dan karton bekas ia berkata.
“Jika kau ingin melihat kehidupan yang nyata, pergilah ke supermarket dan lihatlah minuman kaleng yang mereka beli untuk dinikamati sesaat lalu mencampakannya di tempat sampah “
Keadilan begitu luas namun di sempitkan dan ketidakadilan yang sempit di perluaskan.
Kehidupan begitu sempit bila kemanusian sedangkal itu.

Apakah kehidupan sesempit itu?

Merauke, November 2019

Oleh: Eky Amrosila, Komunitas Alas Kaki Literasi