media-wartanusantara.id – Pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1/2021) menyisahkan duka mendalam bagi keluarga korban yang ditinggalkan.
Diantara para korban ini, terdapat dua orang warga asal Kabupaten Ende, Provinsi NTT yang menjadi penumpang pesawat naas tersebut.
Kedua korban ini atas nama Feliks Wenggo dengan nomor seat 18 dan Sarah Beatrice Alomau nomor seat 17.
Namun, dari informasi yang dihimpun, sesungguhnya nama yang tercatat dalam manifest penumpang itu, bukanlah nama sebenarnya.
Kedua penumpang asal Ende ini terbang dengan pesawat naas ini menggunakan identitas KTP dari orang lain.
Demikian disampaikan oleh perwakilan keluarga dari kedua korban, Benediktus Beke kepada media ini, Minggu (10/1/2021) sore.
Dikatakan Benediktus Beke, kedua penumpang asal Kabupaten Ende ini merupakan pasangan calon suami istri dan berangkat ke Pontianak untuk mencari kerja.
Rencananya, dalam waktu dekat, keduanya akan menikah tetapi karena sang calon suami diberhentikan dari pekerjaan di Jakarta maka keduanya memutuskan untuk meningalkan Jakarta untuk ke Pontianak.
Nama asli dari penumpang yang tercatat atas nama Feliks Wenggo adalah Teofilus Lau Ura kelahiran 5 Maret 1998 sedangkan untuk calon istrinya baru diketahui nama panggilannya yakni atas nama Shelfi.
“Mereka dua itu kan calon suami istri sama-sama orang Ende. satu dari Detusoko dan yang satu dari Desa Pora. Kemudian mereka berangkat ke Pontianak itu dengan mempergunakan identitas yang bukan identitasnya sendiri atau identitas orang lain,” ungkap Benediktus Beke.
Lanjut Benedikus Beke, kedua anggota keluarga mereka ini mempergunakan KTP atau identitas orang lain ini bukan bermaksud negatif.
Keduanya mau meninggalkan Jakarta untuk mencari kerja di Pontianak. Dimana saat pembatasan sosial di Jakarta, Olus sudah menganggur dan sebentar lagi akan menikah. Sehingga mereka berencana mencari kerja di Pontianak.
“Dia sudah menganggur dan sebentar lagi keduanya mau menikah tetapi tidak mempunyai uang sehingga walaupun gunakan identitas KTP orang lain, keduanya nekat berangkat ke Pontianak untuk mencari kerja disana,” ungkap Benedikus Beke.
Mewakili pihak keluarga, Benediktus Beke berharap supaya jasad almarhum dan almarhumah segera ditemukan. Dalam kondisi apapun, kami sudah menerima sebagai sebuah musibah.
Olus ini kan tulang punggung satu-satunya dalam keluarga. Mereka di dalam keluarga juga bukan orang berpunya. Sekarang kehilangan segalanya. Cuma tinggal mamanya dengan adiknya. Mereka berdua di rumah. Bapanya sudah lama pergi ke Malaysia dan sampai sekarang belum pulang,” terang Benedikus Beke.
Dirinya sungguh berharap, dengan berbeda identitas jangan sampai menghilangkan hak-haknya keduanya sebagai warga negara dan sebagai penumpang dalam penerbangan itu.
“Soal perbedaan KTP dan identitas hanya bersifat administratif tetapi benar jasad itu adalah keluarga kami. Kami minta supaya hak-hak dia diberikan baik dari Perhubungan maupun dari Jasa Raharja. Kami minta media massa juga mengekspos hal-hal yang positif agar dia bisa mendapatkan hak-hak nya dengan baik secepat mungkin,” ungkap Benediktus Beke. (Sumber Kumparan)