Ritual Adat Manggarai Warnai Acara HUT dan Nataru Bersama Paguyuban Kecamatan Ruteng di Bali

BALI – Dalam rangka memperingati hari raya natal dan tahun baru bersama, warga yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Besar Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT di Bali menggelar acara Natal dan tahun baru bersama, tepatnya pada Jumaat (03/01/20), sekira pukul 17. 00 wita.

Acara Natal dan Tahun Baru (Nataru) bersama tersebut dibawakan sekaligus merayakan hari ulang tahun (HUT) Paguyuban Kecamatan Ruteng yang ke 26 tahun di Bali.

Bahkan, saat berlangsungnya acara yang diselenggarakan tersebut, ada saja berbagai rangkaian yang mampu mencuri perhatian dari para tamu undangan, tak terkecuali wartawan media ini yang hendak meliput berlangsungnya acara.

Bagaimana tidak, sejak awal dimulainya acara tersebut, ritual adat budaya Manggarai asal Nusa Tenggara Timur ini tampak begitu dipertunjukan kepada undangan yang hadir selama berlangsungnya acara.

Berikut ini adalah hasil ulasan singkat media-wartanusantara.id yang sempat diliput mengenai ritual adat Manggarai yang nampak begitu jelas mewarnai rangkaian acara ini.

Kekompakan Berbusana

Pantauan wartawan media-wartanusantara.id sejak pukul 06.00 sore, hampir seluruh warga Ikatan Keluarga Kecamatan Ruteng di Bali ini, dengan kompaknya mengenakan busana adat Manggarai, seperti halnya kain songke yang dipadu dengan baju berwarna putih.

Pater Yoseph Wora, SVD saat pose bersama panitia dan warga Kecamatan Ruteng Bali (Foto: Febri Kabur/wartanusantara)

Bahkan, tak sedikit pula dari kaum pria yang mengenakan sejenis topi adat Manggarai dan juga sapu yang biasanya dikenakan di kepala pria.

Ritual Adat Baro Cai

Selain dengan kompaknya mengenakan busana adat yang sama, baik putra maupun sebagian warga yang terdiri dari muda-mudi Ikatan Keluarga Kecamatan Ruteng di Bali ini tampak terlihat begitu mahir dalam pembicaraan adat Manggarai.

Hal tersebut diketahui bermula, saat muda-mudi tersebut hendak mengadakan ritual baro cai.

Ritual Adat Baro Cai (Foto: Febri Kabur/wartanusantara)

Ritual ini merupakan bentuk penyambutan tamu yang hadir, dengan dibicarakan secara adat Manggarai melalui pemberian minuman yang biasa mereka sebut moke atau sopi.

Menariknya lagi, ritual tersebut justru dilakukan oleh muda-mudi yang lahir dan telah lama menetap di Bali.

“Ritual ini dilakukan oleh anak-anak Manggarai yang lahir di Bali. Dan ini adalah pembelajaran bagi mereka untuk mengenal budaya Manggarai,” demikian yang disampaikan Simon Sabat, selaku Koordinator di Kecamatan Ruteng Bali ini.

Ronda Curu

Ritual ini merupakan bentuk penyambutan seorang tokoh atau pun tamu kehormatan yang dilakukan secara adat Manggarai, dengan sebuah lagu tradisional.

Menariknya, ritual ini dilakukan oleh kaum pria seperti halnya yang dilakukan oleh para pemuda Kecamatan Ruteng di Bali.

Tim Ronda Curu (Foto: Febri Kabur/wartanusantara)

Seperti yang disaksikan wartawan, tim Ronda Curu ini tampak melakukan penjemputan secara adat terhadap Pater Yoseph Wora, SVD yang telah diundang hadir untuk memimpin perayaan ekaristi kudus dalam acara tersebut.

Penjemputan tersebut mereka lakukan di luar Gedung acara, dengan diiringi nyanyian tradisional sambil memukul gendang dan gong, lalu dilanjutkan dengan adat kepok atau yang disebut dengan penyambutan secara resmi oleh sesepuh Ikatan Keluarga Kecamatan Ruteng.

Konon, diceritakan para tokoh, ketika Masyarakat Manggarai menyambut para misionaris yang datang mewartakan kabar gembira menyebarluaskan agama Katolik di Manggarai pada ratusan tahun silam, ritus dengan lagu tradisional ronda ini terus dipertahankan di Manggarai ketika menyambut tamu agung, seperti halnya Uskup, Para imam yang baru ditabis, dan Pejabat penting kerajaan, daerah dan Negara lainnya.

Tarian Adat Manggarai

Bukan hanya kaum pria, dalam acara yang diselenggarakan tersebut, nampaknya kaum wanita juga turut mengambil bagian, yakni dengan membawakan tarian adat manggarai.

Peserta tarian Adat Manggarai (Foto: Febri Kabur/wartanusantara)

Tarian tersebut mereka bawakan saat hendak menyambut Pater Yoseph Wora, SVD serta diarakan menuju altar perayaan ekaristi sambil diiringi dengan lagu pembuka yang dibawakan anggota paduan suara atau koor.

Saat menari, mereka mengenakan kain songke Manggarai dengan paduan kebaya, yang dilengkapi pula dengan selendang bermotif songke dan balibelo yang melingkar di kepala mereka.

Mbata dan Sanda

Mbata dan Sanda yang merupakan olah vokal secara alamiah dalam diri orang Manggarai Raya ini turut pula dibawakan oleh para pemuda Kecamatan Ruteng di Bali dalam acara natal dan tahun bersama sekaligus HUT paguyuban tersebut.

Dimana Mbata yang mereka nyanyikan ini tampak diiringi pukulan gong dan gendang yang lembut dengan nyanyian-nyanyian yang sesuai.

Kelompok Mbata dan Sanda saat tampil di panggung acara (Foto: Febri Kabur/wartanusantara)

Sementara Sanda, tampak pula mereka nyanyikan sambil berdiri membentuk lingkaran dengan gerak berputar dan sesekali disertai dengan hentakan kaki seirama.

Acara yang digelar pertama kali

Untuk diketahui, berdasarkan informasi yang diperoleh wartawan dari berbagai sumber pada acara tersebut, natalan dan tahun bersama yang dibawakan Ikatan Keluarga Ruteng Bali ini baru pertama kali dilaksanakan tahun ini.

“Iya, baru pertama kali dilaksanakan, tahun sebelumnya belum pernah,” kata sumber tersebut.

Sambutan Ketua Panitia

Agustinus Pedor, selaku ketua panitia dalam sambutannya seusai misa mengatakan acara nataru yang diselenggarakan tersebut merupakan bentuk atas prinsip solidaritas yang dimiliki.

Ia pun menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah mengambil bagian dalam menyukseskan acara nataru dan perayaan ulang tahun paguyuban tersebut.

Agustinus Pedor saat memberikan kata sambutan (Foto: Febri Kabur/wartanusantara)

“Terimakasih kepada para anggota koor yang telah mengambil bagian dalam perayaan misa ini, kepada adik-adik yang mengambil bagian dalam ronda, setiap kordes yang telah hadir, juga terhadap anak-anak yang mampu menarasikan pembicaraan adat Manggarai melalui ritual adat baro cai, serta kepada setiap panitia. Sekali lagi terimakasih. semoga apa yang kita lakukan hari ini dapat membawa jejak langkah yang baik untuk kedepannya,” ungkap Dia.

Muda-mudi diharapkan mampu menjadi generasi penerus.

Sementara itu, Simon Sabat, selaku Koordinator Kecamatan Ruteng Bali dalam sambutan penutupnya mengharapkan agar setiap generasi yang saat ini tergabung dalam paguyuban dapat menjadi generasi penerus Kecamatan Ruteng Bali kedepannya.

Simon Sabat saat memberikan kata sambutan penutup (Foto: Febri Kabur/wartanusantara)

“Jadi kita harus sehati dan sejiwa untuk membangun kebersamaan ini kedepannya. Yang mana kita telah mewariskan kebudayaan paguyuban ini sudah sejak 26 tahun yang lalu,” akunya.

Warga Pendatang diminta untuk daftar dalam paguyuban

Simon juga menghimbau kepada setiap peranan koordinator Desa (Koordes) untuk segera mendaftar warga asal Kecamatan Ruteng yang baru tiba di Bali.

“Kendalanya selama ini, kebanyakan perantau asal Manggarai yang mengalami masalah ataupun kasus di Bali, itu tidak terdaftar dalam paguyuban. Jadi saya harapkan untuk setiap kordes, begitu pun para pendatang, untuk segera mendaftarkan diri di paguyuban,” imbuh Dia. (feb/wn/red)