Sidang Eksepsi Dugaan Korupsi LPD Selat, Penasihat Hukum Ridjasa Beberkan Sejumlah Fakta yang Mencengangkan

DENPASAR – Kasus dugaan tindak Pidana Korupsi Dana LPD Desa Pakraman Selat, Susut, Bangli dengan Terdakwa Mantan Ketua Badan Pengawas LPD Desa Pakraman Selat I Made Ridjasa, BA kini memasuki babak baru.

Setelah pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum mendakwa I Made Ridjasa dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang – Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diirubah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 Tindak Pidana Korupsi yang telah dirubah dengan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidan Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam sidang kali ini, Selasa (19/11), yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Renon Denpasar, Pengacara dari Terdakwa I Made Ridjasa yang terdiri dari Ngakan Kompiang Dirga, S.H, I Wayan Suardika S.H, I Dewa Ayu Agung Dwi Astuti, SE., S.H, Denny Sambeka, S.H, dan Ni wayan Marni, S.H melakukan Pembelaan atau Eksepesi terhadap dakwaan JPU kepada Terdakwa I Made Ridjasa.

Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dinilai Tidak Syarat Formal

Di hadapan Majelis hakim yang diketuai oleh Estar Oktavi, tim Pengacara dari Terdakwa I Made Ridjasa merasa keberatan dengan surat Dakwaan dari JPU, di mana isi surat dari JPU ini seharusnya disusun secara cermat, lengkap dan jelas tentang tindak pidana yang didakwakan.

“Adapun yang telah dilakukan oleh JPU berkaitan dengan syarat formal yaitu kekeliruan menulis nama dalam identitas Terdakwa yang mana dalam surat dakwaan NO.REG. PERK : PDS-02/BNGLI/10/2019 nama lengkap Terdakwa adalah I Made Rijasa, BA yang benar sesuai KTP. No. 5106010107460338 nama lengkap Terdakwa adalah I Made Ridjasa, BA. Dalam hal RIDJASA masih menggunakan ejaan lama,’’ terang Penasihat Hukum Terdakwa.

JPU Dinilai Tidak Cermat, Jelas dan Lengkap dalam Membuat Surat Dakwaan

Berkenan dengan maksud ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHAP, menurut Penasihat Hukum Terdakwa, JPU juga dianggap tidak cermat, jelas dan lengkap dalam membuat surat dakwaan karena JPU tidak mencari kebenaran dari Berita Acara Pemeriksaan para saksi-saksi, alat bukti dan pada putusan No.10/Pid.Sus.TPK/2019/PN.Dps atas nama Ni Luh Natariyantini, S.E yang merupakan Kepala LPD Desa Pakraman Selat yang bahwasanya semua bukti dalam putusan digunakan sebagai barang bukti dalam perkara atas nama Terdakwa I Made Ridjasa, BA.

“Yang harus majelis hakim ketahui dalam menyusun surat dakwaan JPU No. Reg. Perk : PDS-02/BNGLI/10/2019 dalam halam 3 bahwa pada tanggal 8 Desember 2004, Bupati Bangli I Nengah Arnawa menerbitkan keputusan Bupati Bangli Nomor : 412.21/297/2004 tentang Pengukuhan Keanggotaan Pengurus dan Badan Pengawas Lembaga Perkereditan Desa (LPD) Desa Pakraman Selat Kecamatan Susut periode 2004-2007 dengan susunan pengurus dan badan pengawas sebagai berikut, untuk di jajaran pengurus terdiri dari Ni Luh Natariyantini sebagai Kepala, I Wayan Karta sebagai Tata Usaha, Ni Made Supraptini sebagai Kasir, Ni Wayan Sulasih sebagai Kredit, Ni Wayan Sriastuti sebagai Tabungan, dan Ni Made Ciriani sebagai Deposito. Sedangkan di badan Pengawas yaitu, I Made Ridjasa, BA sebagai Ketua, I Ketut Pradinya, I Ketut Sadia dan I Made Gobar, masing-masing sebagai anggota badan Pengawas,’’ terang Penasihat Hukum Terdakwa.

Menurut Penasihat Hukum Terdakwa, sangat jelas bahwa di dalam Lembaga Perkereditan Desa (LPD) Desa Pakraman Selat ada lima anggota dan satu orang ketua LPD dalam pengurus dan empat orang anggota termasuk satu orang ketua dalam pengawas.

“Namun JPU tidak teliti apakah peran dari masing-masing anggota pengurus tersebut yang bersama-sama mengetahui, bahwasanya permohonan Pendanaan UEP dan apakah sah ketika ketua pengawas dan ketua LPD dalam mengambil suatu keputusan tanpa sepengetahuan anggota pengawas yang lain. Maka dari itu, kami Penasihat Hukum Terdakwa melihat Dakwaan JPU kabur dan tidak jelas,’’ tandas Penasihat Hukum Terdakwa.

Surat Blangko Kosong dan Dugaan Tanda Tangan Palsu oleh Pihak Lain

Lebih lanjut dalan nota pembelaan ini, Penasihat Hukum dari Terdakwa juga menjelaskan JPU dalam penyusunan Surat Dakwaan No. Reg. Perk : PDS-02/BNGLI/10/2019 pada halaman empat diuraikan bahwa pada tanggal 30 September 2013, saksi Ni Luh Natariyantini selaku kepala LPD Desa Selat dengan persetujuan Terdakwa selaku ketua Badan Pengawas LPD Desa Selat mengajukan permohonan pendanaan LPD dengan nomor : 12/IPNS/IX/2013 kepada Pengelola Dana UEP-PPK Kecamatan Susut.

“Namun perlu diketahui oleh Majelis Hakim bahwasanya lembar surat pertama atau blangko yang disodorkan kepada Terdakwa I Made Ridjasa, untuk ditandatangani, dari ketua LPD Ni Luh Natariyantini adalah blangko kosong dan kemudian 21 nama calon penerima dana UEP tersebut diisi dan ditandatangani oleh Ni Luh Natariyantini dan Saksi Ni Wayan Sri Astuti,’’ tandas Penasihat Hukum Terdakwa.

“Kemudian surat kedua dan ketiga dalam satu bandel yang sama pada permohonan pendanaan LPD Desa Selat Dengan Nomor : 12/IPNS/IX/2013,’’ tambah Penasihat Hukum Terdakwa.

Pihak Penasihat Hukum dari terdakwa pun menduga jika tanda tangan dari Terdakwa I Made Ridjasa ini dipalsukan.

“Kami Penasihat Hukum dari Terdakwa menduga bahwa tanda tangan Terdakwa I Made Ridjasa, BA dipalsukan,’’ cetus Penasihat Hukum Terdakwa.

Dikatakan oleh Penasihat Hukum Terdakwa, bahkan ada informasi tanda tangan Terdakwa pernah dibawa ke Laboratorium forensik oleh Jaksa bernama I Ngurah Bagus, S.H. dengan nomor KTA 1983032121002 Kejaksaan Negeri Bangli dengan nomor pendaftaran No. Lab : 263/DTF/2019.

“Sampai saat Terdakwa disidangkan kami belum mengetahui hasilnya, maka kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memerikasa mengadili perkara ini untuk apat menghadirkan pihak kepolisian dalam hal ini petugas laboratorium forensik untuk diminta keterangan. Maka dari itu kami Penasihat Hukum dari Terdakwa berpendapat bahwa JPU dalam menyusun surat dakwaan tidak cermat sehngga surat dakwaan kabur,’’ tegas Penasihat Hukum Terdakwa.

Surat Dakwaan JPU Berkaitan dengan Pasal 55 ayat 1 KUHP Pidana dan Dugaan Subjektif JPU

Pada kesempata tersebut tim Penasihat Hukum Terdakwa juga menilai, JPU tidak cermat dalam hal membuat surat dakwaan mengenai kaitan pasal 55 ayat 1 KUHP Pidana yaitu unsur yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan.

“Kami Penasihat Hukum dari Terdakwa melihat bahwa dari perencanaan, membuat dan melakukan permohonan pendanaan UEP LPD Selat telah diketahui bersama-sama oleh para pengurus kemudian masing-masing berperan ada yang membantu menulis jumlah angka, nama-nama calon fiktif dan menandatangani, serta ada yang membuat laporan data keuangan atau neraca sebagai salah satu syarat pengajuan dana UEP tersebut. Maka dari itu, jika yang didakwa hanya saudara Terdakwa I Made Ridjasa dan terpidana Ni Luh Natariyantini, kami sebagai penasihat Hukum dari Terdakwa merasa sangat keberatan bahwa JPU terkesan subjektif sehingga surat Dakwaan JPU Kabur,’’ terang Penasihat Hukum Terdakwa.

Menurut Penasihat Hukum Terdakawa I Made Ridjasa, JPU juga tidak cermat dalam hal memberikan dakwaan kepada Terdakwa I Made Ridjasa dan Terpidana Ni Luh Natariyantini.

“Bahwasanya dalam Surat Dakwaan No. Reg. Perk : PDS-02/BNGLI/10/2019 pada dakwaan Subsider halaman 13 bahwa selain saksi Ni Luh Natariyantini dan Terdakwa I Made Ridjasa surat permohonan tersebut turut juga ditandatangani oleh I Wayan Windhu Ardana selaku Kepala Desa Selat dan I Gusti Ngurah Sandhinata selaku Kepala LP-LPD Kabupaten Bangli. Namun JPU tidak mendalami seberapa jauh pengetahuan para saksi dalam hak mendatangani surat permohonan pendanaan UEP tersebut,’’ tandas Tim Penasihat Hukum Terdakwa.

Berdasarkan uraian ini, tim Penasihat Hukum Terdakwa memohon agar Majelis Hakim berkenan mengadili, memeriksa, dan menjatuhkan putusan sela dengan amar putusan sebagai berikut; menerima dan mengabulkan Nota Pembelaan (Eksepsi) dari Penasihat Hukum Terdakwa untuk seluruhnya, menyatakan surat dakwaan dari JPU batal demi hukum, menyatakan perkara a quo tidak dapat diperiksa lebih lanjut, menolak surat dakwaan JPU sebagai dasar pembuktian atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima. Membebaskan Terdakwa I Made Ridjasa dari segala tuntutan hukum dan dakwaan JPU. Memerintahkan JPU untuk melepaskan Terdakwa dari dari tahanan. Melakukan Rehabilitasi dan mengembalikan kedudukan hukum Terdakwa sesuai dengan harkat dan martabatnya. (red/wn)