Ibu Kota Baru Perlu Dukungan Semua Pihak Termasuk Sektor Industri Perbankan

TANJUNG SELOR – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan akan memindahkan Ibu Kota Republik Indonesia ke Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Hal itu disampaikan Jokowi dalam konferensi pers pemindahan Ibu Kota di Istana Negara, Jakarta.

Sebelum Kaltim diumumkan sebagai lokasi Ibu Kota baru, Pengurus Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Henny, sempat memberikan tanggapannya. mendukung keputusan pemindahan Ibu Kota dan mengajak semua pihak untuk mendukung rencana itu apabila sudah ditetapkan.

“Pemindahan Ibu Kota, saya rasa kalau sudah ditentukan, semua pihak harus siap dan mendukung keputusan pemerintah. Baik regulator, dunia usaha, maupun akademik mari kita dukung,” kata Henny di, Tanjung Selor, Jum’at (06/12)

Lokasi Ibu Kota yang telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi sudah melewati kajian Bappenas. Namun, tidak menutup kemungkinan dalam perjalanan waktu, akan ada rintangan untuk membangun Ibu Kota baru. Mengenai kendala, Henny memandang seluruh pihak mesti ikut membantu.

“Tentu dalam perjalanannya ada hal-hal yang perlu diperbaiki, ya kita perbaiki bersama. Kalau ini sudah ditetapkan pemerintah, ya, sudah dukung. Begitu saja,” kata Henny.

“Kendalanya seperti apa, jangka waktunya seperti apa? Dan semuanya menjadi terukur dan terstruktur, itu yang paling penting,” sambungnya.

Pengurus Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Kaltimtara, Henny menyampaikan sejumlah evaluasi dan harapan sepanjang pemerintahan Joko Widodo dalam 5 tahun terakhir dan ke depan.

Menurutnya, industri perbankan dalam 5 tahun hingga saat ini cenderung stabil karena kondisi likuiditas mulai melonggar meskipun sempat mengetat. Namun, sambungnya, ada tantangan dari sisi komoditas dan konsumer karena mengalami perlambatan.

Dengan kondisi tersebut, perbankan melakukan shifting bisnis. Jika dulu perbankan fokus di komoditas, tuturnya, saat ini beralih ke ritel, seperti patiwisata, kesehatan, e-commerce, dan lainnya.

“Jadi sekarang bagaimana untuk fokus beralih ke sektor yang sudah mengalami dampak dari perang dagang,” kata Henny yang juga Kacab Bank Kaltimtara Bank, Jumat (16/12/2019).

Dia menyampaikan, tantangan yang dihadapi dalam 5 tahun ini adalah kenaikan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) dan likuiditas. NPL secara khusus terjadi pada sektor yang melambat seperti batu bara dan tekstil.

Sementara itu, dari sisi likuiditas terjadi pengetatan yang membuat banyak bank mengalami perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit.

Namun, meski demikian dua kuartal terakhir 2019 ini dipastikan sudah ada perbaikan khusus untuk penghimpunan dana pihak ketiga yang tumbuh di atas 7% yoy dari sebelumnya 6% yoy.

“Harapan kami memang nanti optimisme pada kabinet baru muncul, dan capital inflow masuk. Jadi, likuiditas melonggar serta pertumbuhan bisa balik di atas 10% lagi dari sisi kredit,” ujar pria yang biasa disapa Henny ini.

Sementara itu, shifting tetap akan menjadi strategi perbankan ke depan. Pasalnya, bank kesulitan menggarap pasar yang besar-besar karena penurunan permintaan, seperti rumah di atas harga Rp1 miliar, dan mobil yang di atas Rp200 juta-an.

Henny menambahkan, tantangan akan lebih pada bank-bank yang tidak punya jaringan luas. Adapun bank dengan jaringan luas dapat masuk segmen ritel ini lebih efektif sebab harus dilakukan dengan bermitra baik dengan tekfin maupun komunitas e-commerce.

“Karena memang untuk masuk ke ultramikro atau FLPP [Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan] butuh jaringan luas. Ke depan, untuk bank besar environment-nya lebih baik memang bank yang menengah kecil yang harus berubah jadi digital atau menggandeng fintech,” ujarnya.

Kalimantan timur sejatinya memiliki potensi industri perbankan yang mumpuni. Bahkan, Kalimantan Timur paling unggul dibandingkan provinsi lain di Kalimantan.

Terutama terkait kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga, Kalimantan Timur berada di posisi delapan besar berada di bawah enam provinsi di Jawa, dan satu provinsi di Sumatera yaitu Sumatera Utara.

Pada Juni 2019, Industri perbankan di Kalimantan Timur berhasil menghimpun total DPK senilai Rp 106,60 triliun. Capaian tersebut tumbuh 15,96% (yoy) dibandingkan Juni 2018 sebesar Rp 91,93 triliun.

Sementara penyaluran kreditnya tumbuh 4,07% (yoy) dari Rp 70,61 triliun pada Juni 2018 menjadi Rp 73,48 triliun pada Juni 2019.

Sayangnya, industri perbankan tanah air nampaknya memang kurang menggelar ekspansi di Kalimantan Timur. Ini terlihat dari jumlah kantor cabang bank di Kalimantan Timur yang stagnan berjumlah 114 kantor sejak 2015 hingga saat ini. (Dis/wn/red)