DENPASAR – Dalam beberapa hari terakhir publik diramaikan dengan kabar tentang keberadaan desa fiktif yang mendapatkan bantuan dana desa dari Pemerintah pusat.
Munculnya desa-desa fiktif tersebut tampak menuai berbagai pertanyaan. Apalagi terkait dengan keberadaan desa-desa tersebut yang dengan mudah muncul. Sebab diketahui, sebelum desa dapat dibentuk, adapun sejumlah syarat yang harus dipenuhi, yakni ketentuan tentang desa yang tercantum pada Pasal 8 ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
Seperti halnya temuan KPK dalam kasus tersebut, diketahui sebanyak 34 desa yang diduga bermasalah. Diantaranya 3 desa fiktif, sedangkan 31 desa lainnya ada, namun SK pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur. Padahal, moratorium dari Kemendagri sebelumnya telah dinyatakan bahwa, untuk mendapatkan dana desa harus disertakan dengan tanggal pembentukan backdate.
Menanggapi persoalan ini, Panglima Hukum Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP. yang terdaftar dalam penghargaan Best Winners – Indonesia Business Development Award, pada Sabtu (09/11) berharap, agar penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri lebih fokus mengawasi aliran dana desa agar tidak terjadinya penyimpangan, serta harus siap terbuka untuk mengaudit semua instansi terkait, agar penggunaan dana desa tersebut lebih jelas dan terbuka.
Sebab, menurut Togar, apa yang dilakukan oknum penyelenggara desa dengan melakukan praktik kejahatan tersebut, terjadi akibat dari lemahnya sistem pengawasan.
“Fungsi pengawasan sangat penting agar tidak adanya praktik kongkalingkong permufakatan jahat dalam menguras dana desa,” ujar Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P. yang terdaftar di dalam penghargaan 100 Advokat Hebat versi majalah Property dan Bank serta terdaftar di dalam penghargaan Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019 ini.
Demikian Togar, Ia pun meminta Pemerintah harus memperketat proses perizinan untuk wilayah desa yang dimekarkan.
“Proses mulai dari anggaran tersebut dikeluarkan, dikucurkan, diterima, sampai dikelola, harus tetap memenuhi seluruh persyaratan. Jangan sampai melakukan verifikasi, tanpa observasi ke lapangan,” tegas Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P. yang juga merupakan Ketua POSSI Denpasar Provinsi Bali dan Ketua Komite Hukum RSU dr.Moedjito Dwidjosiswojo Jombang Jawa Timur ini.
Sebab, menurut Togar, Presiden Jokowi sebelumnya telah menyatakan terkait adanya oknum yang tidak bertanggung jawab dalam menciptakan desa-desa tersebut.
Togar pun berharap, agar Menteri Keuangan Sri Mulyani dapat menindaklanjuti terkait temuan desa fiktif yang telah menerima anggaran dana desa dari pemerintah pusat, serta berharap kepada Mendagri Tito Karnavian, untuk mendampingi Polri dalam menyelidiki dugaan desa fiktif tersebut.
“Kita harap Menteri Keuangan Sri Mulyani sosok Menteri terbaik dunia yang kembali dipilih Jokowi agar menindaklanjuti temuan desa fiktif yang belakangan telah menerima anggaran dana desa dari pemerintah, serta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian agar menggandeng Polri untuk menyelidiki dugaan desa fiktif untuk memperoleh dana desa,” Tegas Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P. yang juga Dewan Penasehat Forum Bela Negara Provinsi Bali ini.
Togar pun meminta agar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk memanggil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna untuk mengecek kembali penggunaan dana desa beserta jumlah desa yang ada di Indonesia, sekaligus melakukan audit aliran dana ke desa fiktif
BPS, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
“Menteri Koordinator Bidang Perekonomian memanggil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengecek kembali penggunaan dana desa dan jumlah desa yang ada di Indonesia serta melakukan audit aliran dana ke desa fiktif,” tegasnya.
Togar pun meyakini bahwa, dengan adanya orang-orang konsisten bersih yang dibentuk dalam Kabinet Indonesia Maju, maka dapat menindaklanjuti temuan desa fiktif yang belakangan telah menerima anggaran dana desa dari pemerintah agar tidak terulang lagi, dan bisa dibawa ke peradilan serta dijatuhkan hukuman.
“Sesuai perintah Presiden Jokowi harus dikejar, agar yang namanya desa-desa tadi diperkirakan, diduga itu fiktif, ketemu, ditangkap,” tambah Togar.
Sebab, lanjut Togar, kehadiran desa fiktif itu membuat dana transfer ke daerah yang dilakukan Pemerintah pusat selama ini menjadi tidak tepat sasaran.
Tak hanya itu, Togar pun berharap agar praktik-praktik mengenai dana desa tidak terjadi di Provinsi Bali, dimana Gubernur Bali I Wayan Koster telah menjamin tidak ada desa fiktif di Bali yang menerima gelontoran dana desa, karena sebelumnya telah dilakukan pengawasan berlapis.
“Apalagi Gubernur Koster dan Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama berasal dari partai yang sama, pasti akan saling mengingatkan kader-kadernya baik yang berada di eksekutif maupun di legislatif agar bekerja baik dan bersih. Karena sudah banyak contoh para mantan eksekutif dan legislatif tersangkut kasus hukum yang berefek tidak mendapat lagi kepercayaan dari publik dan masyarakat Bali,” tutup Panglima Hukum Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP. (rls/wn/red)