Penulis: Syamsudin Kadir
Saya awalnya tak berani menulis tulisan semacam ini kepada Bapak. Apalagi surat terbuka semacam ini. Dampaknya tentu bisa-bisa membuat saya ditangkap aparat keamanan. Sehingga saya bisa-bisa jadi pengecut. Tapi saya mesti berani Pak. Itu saya belajar dari keberanian Bapak. Warga kampung yang jadi Presiden. Itu berani sekali. Luar biasa!
Ya, tapi saya perlu memberanikan diri karena saya mesti berbicara. Apalagi Bapak asli kampung juga, di Solo, Jawa Tengah. Saya pun merasa bahwa saya sebetulnya sedang menyampaikan pesan kepada sesama warga kampung walau asal, profesi dan nasib yang berbeda.
Begini Pak, saya turut senang dan bangga karena hari ini Ahad 19 Januari 2020 Bapak kembali berkunjung di kampung halaman saya, Manggarai Barat atau Mabar, tepatnya di ibukota Mabar, Labuan Bajo, salah satu daerah paling ujung barat propinsi NTT.
Kalau membaca berbagai berita media massa dan informasi berbagai media online juga perbincangan warga Mabar di berbagai group media sosial, saya mendapatkan informasi bahwa Bapak sudah sering kali datang berkunjung ke Labuan Bajo.
Hal ini tentu saja satu kebanggan tersendiri bagi warga Mabar, termasuk saya yang sudah merantau 24 tahun dan hingga kini masih merantau di Jawa Barat. Karena tak semua presiden rajin berkunjung ke Labuan Bajo lho Pak. Jadi, Bapak termasuk Presiden yang layak diapresiasi.
Terkait itu Pak, saya hendak menyampaikan beberapa hal kepada Bapak. Semoga Bapak berkenan merespon. Tentu dalam berbagai bentuknya, sesuai wewenang Bapak sebagai Presiden. Tak panjang-lebar Pak, saya langsung to the point saja.
Ya, bila berkenan Pak Presiden, mohon tanyakan beberapa hal kepada pejabat setempat. Bupati, Wakil Bupati dan termasuk Dinas terkait. Atau mungkin penanggungjawab institusi terkait yang punya tanggung jawab dalam membangun Mabar termasuk Camat dan Kepala Desa di pemerintahan Desa.
Saya susah bertanya langsung ke mereka. Sebab saya sangat yakin tak bakalan ada jawaban pasti dan tuntas. Malah mungkin nantinya terkesan menghindar. Lagian, siapa juga yang mau mendengar pertanyaan saya yang hanya warga biasa asal kampung “cikot” begini?
Jadi, mohon Bapak tanyakan perihal pengadaan air minum PDAM. Apakah pengadaannya berjalan dengan baik dan bisa dinikmati oleh seluruh warga Mabar atau sekadar orang-orang kaya di Labuan Bajo, termasuk hotel-hotel mewah yang jauh dari jangkauan warga Mabar sendiri?
Berikutnya, mohon Bapak tanyakan perihal
pengadaan listrik oleh PLN. Apakah pemasangan fasilitas penunjangnya sudah sampai di kampung-kampung di Mabar, atau masih berpusat di ibukota Labuan Bajo dan sekitarnya?
Kemudian, mohon Bapak tanyakan perihal pengadaan jalan raya beraspal di Mabar. Apakah pengadaannya sudah sampai ke seluruh pelosok Mabar, atau masih sibuk membangun jalan di Labuan Bajo dan sekitarnya saja?
Dan, mohon Bapak tanyakan juga tentang Rumah Sakit dan Puskesmas yang ada di Mabar. Apakah kualitas fasilitas dan pelayanan semakin bermutu, atau masih jauh dari harapan dan kebutuhan warga Mabar?
Selain itu, mohon Bapak tanyakan seputar permasalahan tanah di Mabar yang beberapa tahun terakhir semakin ribet dan rumit. Benih-benih konflik warga soal tanah menggeliat ke permukaan, bahkan tak sedikit yang sudah di meja hijau. Tentu masih banyak yang bersengketa soal tanah.
Lalu, mohon Bapak berkenan tanyakan juga soal sumbangan Dana dari pusat atau dalam bentuk lainnya kepada Mabar selama ini. Dulu katanya mau bangun banyak hal termasuk bangun jalan beraspal hingga ke Desa. Saya lupa nama medianya. Yang jelas beberapa tahun belakangan saya membaca berbagai berita seputar itu. Silakan Bapak tanya soal itu, biar jelas tindak lanjutnya.
Berikutnya, mohon berkenan tanyakan juga soal Dana Desa Pak. Apa, seperti apa dan bagaimana penggunaan dan realisasinya? Apakah ada kendala atau masalah yang pelik sehingga Dana Desa belum berdampak secara signifikan bagi pembangunan dan kemajuan Desa?
Intinya, mohon berkenan Bapak tanyakan soal pemerataan pembangunan di Mabar, dari kota hingga kampung-kampung. Soalnya yang saya lihat dan perhatikan selama ini, Mabar terlihat hanya maju di Labuan Bajo. Sisanya tetap saja seperti belasan tahun silam. Betul ada sedikit perubahan, cuma tak signifikan.
Sebagai warga asli kampung yang, sekali lagi, “cikot”, saya kadang bertanya dalam hati, memangnya Mabar itu cuma Labuan Bajo ya? Kalau hanya Labuan Bajo yang dibangun dan dimajukan, tempat lain untuk apa dan mau diapakan?
Bila berkenan Pak, di saat Bapak berkunjung ke Labuan Bajo, silakan berkunjung juga ke kampung saya, namanya Kampung Cereng. Ia terletak di Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang. Kampung ini unik dan pokoknya Bapak berkunjung saja. Nanti Bapak menemukan hal-hal istimewa juga unik yang belum pernah Bapak temukan.
Selain itu, Bapak bisa berkunjung ke Danau Sano Nggoang. Ini salah satu danau terbesar di Pulau Flores-NTT. Di tempat ini Bapak bisa menyaksikan hal-hal unik, destinasi wisata yang oke punya. Bahkan di sini Bapak bisa mandi santai. Suasananya bikin ketagihan. Ingin ke situ lagi. Begitu seterusnya.
Bila berkenan Pak, Danau Sano Nggoang tak usah diganggu oleh berbagai proyek yang terlihat berjanji manis, padahal sangat jauh dari kepantasan. Bapak mesti tegaskan agar pemerintah daerah, warga setempat dan pemain proyek tak menyentuh Danau ini dengan proyek yang merusak lingkungan dan alam. Biarkan Danau ini apa adanya. Hanya saja, kelola ia secara produktif, bukan dirusak atas nama proyek ini itu.
Demikian untuk sementara Pak Presiden. Mohon maaf bila tulisan ini sesederhana ini. Saya tak biasa pakai teori ini itu. Saya biasa bicara apa adanya. Dan terbiasa bicara langsung tentang apa adanya saja setahu dan sesuai yang saya lihat.
Di atas segalanya, terima kasih banyak Pak Presiden atas kesediaan Bapak untuk menerima dan membaca tulisan sederhana ini. Saya sangat berharap kiranya Bapak berkenan memperkenankan harapan saya, terutama perihal beberapa point seperti yang saya sebutkan tadi.
Akhirnya, selamat datang Presiden Joko Widodo di Labuan Bajo, Manggarai Barat! (*)
Cereng;
Ahad 19 Januari 2020