media wartanusantara.id– Tamu dari Kedutaan Irlandia untuk Indonesia, Mr. Padraig bersama keluarganya mengunjungi warga masyarakat di Dusun Ndengo, Desa Wisata Wae Lolos, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Rabu (4/5/2022).
Kunjungan perdana mereka ke Desa Wisata Wae Lolos terwujud berkat kerja sama berbagai pihak, Swiscontact SUSTOUR, DMO Flores, Pemerintah Desa Wisata Wae Lolos, Pokdarwis, Disparbud Manggarai Barat, Tour Operator Manomadi Indonesia hingga Tour Operator (TO) Eropa bernama Der Touristik (DTS). Kerja sama ini digalakkan sejak beberapa tahun lalu.
Kendati durasi kunjungannya hanya sehari, namun pengalaman mereka di Dusun itu sangat berkesan untuk dibawa pulang. Mulai dari pintu masuk Kampung, mereka disambut secara adat dengan iringan musik Gong dan Gendang. Bahkan ikut menari dan menikmati tarian Caci, tarian Tetek Alu yang diperagakan oleh kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Kampung Ceria di Dusun itu.
Tidak hanya itu, mereka juga menikmati beragam aktivitas keseharian masyarakat lokal seperti menenun kain Songke, kuliner lokal serta mencicipi makanan dan minuman lokal khas Desa Wisata Wae Lolos.
Sebelum meninggalkan Dusun itu, Mr. Padraig mengaku sangat berkesan dengan pengalamannya yang dialaminya bersama warga Dusun itu. Ia berjanji akan mewartakan pengalamannya itu kepada koleganya di luar negeri.
“Di sini ada pemusik, penyanyi, penari, baik sekali, baik sekali. Dan juga makanan dan minuman, enak sekali. So, ketika kami kembali ke Jakarta, kami akan merekomendasikan kampung ini kepada teman-teman lain. Terima kasih banyak”, ungkap Mr. Padraig
Kepala Desa Wisata Wae Lolos, Gervinus Toni menjelaskan, tamu keluarga Kedubes Irlandia mengunjungi Desanya untuk melihat potensi alam serta menikmati beraneka atraksi budaya yang menjadi daya tarik wisata Desa Wae Lolos.
“Tamu yang datang berwisata ke Desa Wae Lolos ingin melihat potensi alam serta atraksi budaya masyarakat lokal Desa wisata Wae Lolos. Adapun tamu yang datang merupakan tamu Kedubes Irlandia untuk Indonesia. Mereka tidak diterima secara adat karena mereka merupakan tamu yang sudah booking tiket beberapa waktu lalu tujuan berwisata bukan tugas kenegaraan”, ujar Gervinus Toni.
Tamu Perdana
Kunjungan keluarga Kudubes Irlandian tersebut merupakan tamu perdana dari terobosan Program terobosan COCOS (Community Coaching on Sustainability yang digencarkan oleh Swiscontact SUSTOUR sejak tahun 2019 bekerjasama dengan DMO Flores sebagai implementor di lapangan. Program terobosan ini untuk mendekatkan produk komunitas lokal dengan pasar yang terus bergerak dinamis sesuai keinginan pasar. Mewujudkan pariwista yang berdampak pada alam, budaya dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Masyarakat Desa Wisata Wae Lolos sesungguhnya sangat menanti kunjungan wisman ini selama 2 tahun terakhir. Pasalnya, Desa Wisata Wae Lolos merupakan satu dari 3 Desa wisata (Desa Todo di Kabupaten Manggarai dan Desa Pemo di Kabupaten Ende) yang dilirik Der Touristik (DTS) sejak tiga tahun lalu.
Tahun 2019 Swiscontact mendapat proyek baru dari Bank Dunia untuk mengerjakan proyek Sustainable Tourism (pariwisata berkelanjutan) untuk dua destinasi Wakatoby dan Flores.
Untuk proyek tersebut, Flores Destination Management Organisation (DMO Flores) dipercayakan sebagai implementor untuk mengeksekusi program peningkatan kualitas destinasi tiga desa wisata pilihan dari Tour Operator (TO) Eropa bernama Der Touristik (DTS). Tour Operator internasional ini berasal dari Swiss yang berkantor di Jerman. Der Touristik ini berpatner dengan Tour Operator di Indonesia, yaitu Manomadi yang berkantor di Bali dan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Tahun lalu, Flores Destination Management Organisation, Sefnitta Saptrya bersama Irwanto Mahmud selaku PO Product & Servis Development Swiscontact SUSTOUR dan Jon Fidelis Pula hadir di Desa wisata Wae Lolos untuk mengampu kegiatan pelatihan penguatan kapasitas organisasi pemandu wisata di Desa “seribu air terjun” itu.
“Kami dipercayakan untuk mengerjakan peningkatan kualitas destinasi di 3 desa wisata pilihan Tour Operator internasional Der Touristik. Karena menurut Tour operator ini, masih ada beberapa pelayanan yang perlu ditingkatkan”, ujar Sefnitta Saptrya ketika itu.
Dia memaparkan, DMO Flores sudah mulai menjalankan program peningkatan kualitas SDM di tiga Desa wisata tersebut sejak tahun 2019. Peningkatan SDM dengan pengembangan modul-modul yang sudah berstandar internasional untuk pariwisata berkelanjutan menuju Indonesian Sustainable Tourism Award (ISTA).
“Kita berharap tiga Desa ini bisa bersaing untuk mendapatkan kriteria sebagai desa wisata berkelanjutan di Indonesia. Itu targetnya. Wae Lolos sendiri sudah kami kerjakan sama dengan dua desa lainnya dan ini modul yang keempat tentang pemandu wisata berkaitan dengan organisasinya”, terang Sefnitta.
Desa wisata Wae Lolos, kata dia, sebenarnya sudah dipromosikan sejak dua tahun lalu. Hanya karena pintu kedatangan internasional belum dibuka (pandemi Covid-19) sehingga belum ada kunjungan tamu. Tetapi peminatnya sudah ada. Untuk mewujudkan itu, DMO Flores hanya mengerjakan apa yang menjadi kebutuhan dari Tour Operator untuk ditingkatkan di destinasi pilihan tersebut. Selanjutnya kelompok-kelompok sadar wisata (pokdarwis) di tiga desa ini menjadi agen yang akan bekerjasama langsung dengan pasar.
“Kami adalah orang-orang yang berada di belakang layar untuk keberlanjutan dan kemandirian organisasi di Desa Wisata”, jelasnya.
<span;>Swiscontact, kata dia, hanya sebagai penghubung antara DMO dengan destinasi. Mereka tidak menjadi lembaga implementasi. Berbeda dengan LSM-LSM lain, mereka yang implementasi di destinasi.
Sekarang DMO memiliki sistem inklusif market yang menggerakkan pemain-pemain di destinasi untuk mengerjakan pengembangannya. Baik dari sisi akademisi, edukasi sekolah-sekolah SMK, advokasi maupun lembaga pemberdayaannya diintervensi supaya pelaku-pelaku inilah yang bermain. Karena keberlanjutan itu ditentukan dari sistem yang ada di destinasi. Bukan sistemnya mereka karena mereka, LSM temporer yang ada di destinasi.
Sefnitta menjelaskan lebih terperinci mengenai beberapa modul dasar yang disusun untuk pengembangan destinasi di tiga desa wisata pilihan tersebut. Pertama, modul pembangunan pariwisata berkelanjutan. Membangun pemahaman tentang apa itu pariwisata berkelanjutan. Bukan pariwisata saja.
Kedua, modul tentang CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety and Enviromental Sustainability) sebagai salah satu standar destinasi di masa New Normal yang harus diterapkan, termasuk di desa wisata. Penerapan CHSE, kata dia tidak hanya di industri pariwisata saja.
Ketiga, modul tentang keuangan organisasi kelompok pengelola desa wisata. Modul keempat adalah tentang pemandu wisata.
Kelompok inilah yang akan berbisnis ke depan. Karena itu mereka harus pandai mengelola keuangan organisasi sebagai salah satu standar kelompok pengelola desa wisata yang sehat. (YB).