DENPASAR – Sidang kasus dugaan Pemalsuan surat dengan Terdakwa Sity Saodah (56) kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar.
Setelah sebelumya pada Rabu (11/9) lalu, dalam sidang dengan agenda Penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Terdakwa Siti Saodah dituntut dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan.
Tuntutan yang dibacakan oleh JPU Assri Susanti ini, Terdakwa Siti Saodah dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dalam Pasal 263 ayat 2 (dua) KUHP.
Menanggapi tuntutan JPU tersebut, kuasa hukum dari Terdakwa Siti Saodah yaitu Prof. Dr. Suhandi Cahaya, SH., M.H., MBA melakukan pembelaan.
Dalam sidang yang dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Made Pasek, S.H, kuasa hukum Terdakwa Sity Saodah menegaskan di depan muka persidangan pada Rabu (18/9) bahwa kliennya ini tidak terbukti melanggar Pasal 263 Ayat (1) KUHP maupun Pasal 263 Ayat (2) KUHP.
Atas dasar ini, Penasihat Hukum Terdakwa meminta kepada Majelis Hakim untuk membebaskan kliennya tersebut dari segala tuduhan dan tuntutan hukum karena tidak sependapat dengan JPU yang menyatakan kliennya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dalam Pasal 263 ayat 2 (dua) KUHP.
Adapun alasan yang disampaikan oleh kuasa hukum Terdakwa, jika kliennya ini tidak bersalah dalam perkara ini karena Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak menggunakan Teori Hukum, teori-teori keadilan atau teori-teori hukum pidana dan Doktrin tentang Pertanggungjawaban Pidana.
Pihak kuasa hukum Terdakwa sangat menyangkan kasus ini, sebab untuk membawa seorang sampai dibawa ke persidangan dari pemeriksaan oleh Penyidik kemudian kepada Penuntutan Umum, maka seseorang tersebut haruslah terlebih dahulu memenuhi 11 unsur tindak pidana.
“Unsur tingkah laku, melawan hukum, kesalahan, akibat konstitutif, unsur keadaan yang menyertai, unsur syarat tambahan untuk dapat dituntut pidana, unsur syarat tambahan untuk dapatnya diperberatkan pidana, unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana, unsur objek hukum tindak pidana, dan unsur unsur syarat tambahan untuk diperingannya pidana,” terang kuasa hukum Terdakwa.
“Kalau diteliti, maka dapat diketahui bahwa di antara kesebelas unsur tersebut ada unsur yang selalu dicantumkan dalam setiap rumusan dan ada yang tidak. Unsur yang selalu dicantumkan ini adalah unsur perbuatan dan objek, oleh karena itu tidak dapat dipersoalkan lagi bahwa perbuatan dan objek merupakan unsur Mutlak,” tambah kuasa hukum Terdakwa.
Suhandi Cahaya dalam pembelaan terhadap Terdakwa juga membantah kesaksian dari para saksi-saksi dalan perkara yang menjerat kliennya ini.
“Kami membantah dengan keras terhadap keterangan saksi-saksi (Abdul Aziz Batheff, Rizal Akbar MayaPutra, Abdul Rochim, Sagung Genefi Yanthi, Ketut Yulika Widiastiti, I Made Sukarsa dan Eka Darma Yanthi). Saksi Abdul Aziz Batheff dan saksi Eka Darma Yanthi nyata-nyata ditolak oleh Terdakwa maupun kami sebagai Penasihat Hukumnya. Di dalam perkara perdata yang digugat oleh Terdakwa di Pengadilan Negeri Denpasar tidak dapat diterima, ini artinya Bonggol Cheque dalam kasus pidana ini tidak mempunyai makna apa-apa dan tidak menimbulkan kerugian terhadap saksi korban,” tukas Suhandi Cahaya kuasa hukum dari Terdakwa Sity Saodah.
Menurut Kuasa Hukum Terdakwa, bahwa dalam putusan Pengadilan Tinggi Bali Nomor: 358/PDT/G/2013/PN.DENPASAR tanggal 22 Juni 2015 dan Putusan PN Denpasar Nomor: 385/PDT/G/2015/PN.DPS tetapi dibatalkan oleh putusan dari Pengadilan Tinggi Denpasar nomor: 72/PDT/2015/PT.DPS.
Abdul Aziz Batheff yang meyakini mempunyai hak atas tanah yang terletak di jalan Letda Kajeng menurut kuasa hukum dari Terdakwa adalah pendapat yang keliru. Sebab Akta Nomor 2 tanggal 14 Oktober 2004 yang dibuat dihadapan Notaris Liang Budiarta, S.H telah dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar nomor: 72/PDT/2015/PT.DPS dan juga berdasarkan Yuresprudensi Mahkamah Agung RI No. 1527/K/Pdt/2007 tanggal 4 Maret 2008.
“Yang menyatakan perjanjian pengikat jual beli bukanlah jual beli. Dengan demikian saudara Abdul Aziz Batheff tidak mempunyai hak sedikit pun atas rumah atau tanah yang terletak di Letda Kajeng Denpasar,” tandas Suhandi Cahaya.
Dikatakan juga oleh Suhandi Cahaya, alasan JPU yang mengatakan Abdul Aziz Batheff tidak menerima komisi atas jual beli tanah di Letda Kajeng Denpasar haruslah ditolak sebab bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.
“Saudara Abdul Aziz Batheff bukanlah pemilik tanah yang di Letda Kajeng Denpasar. Dan keterangan dari Fransiskus Renca telah memberatkan kejadian yang sebenarnya bahwa Cheque dari Abdul Rochim didapat dari saudara Abdul Aziz Batheff melalui Udin alias Jimmi Zainudin,” terang Suhandi Cahaya.
Menurut Suhandi Cahaya, kebohongan demi kebohongan telah diungkap di muka persidangan dihadapan Mejelis Hakim yang telah menyidangkan perkara ini. Apalagi kata Suhandi Cahaya, Ahli Hukum Pidana menyebutkan tidak ada perbuatan pidana dalam kasus ini sebab bonggol Cheque tersebut bukanlah merupakan surat sebagaiman pasal 263 KUHP.
Dalam kesempatan ini juga, Suhandi Cahaya, Penasihat Hukum dari Terdakwa Sity Saodah mengurai isi pasal 263 ayat (2) KUHP yang isinya yaitu “Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar dan tidak palsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
“Bahwa Bonggol Cheque bukanlah surat sebagaimana ketentuan pasal 263 ayat (2) KUHP hal ini dapat dibuktikan berdasarkan Yuresprudensi Mahkamah Agung RI No. 40/Kr/1973, tanggal 5 Juni 1975 yang mempunyai kaidah hukum yaitu, mengisi belangko kuitansi tidak mempunyai unsur melawan hukum sepanjang pengisiannya tidak bertentangan dengan maksud dari penandatanganan untuk apa kuitansi itu ditandatanganinya,” terang Suhandi Cahaya.
“Dalam kasus ini tertuduh (Sity Saodah) dipersalahkan melakukan pemalsuan surat karena ia (Sity Saodah) telah mengisi kuitansi yang bersangkutan dengan kata-kata ” Persekot dari harga rumah Jalan Botelempangan No. 14” padahal terbukti antara Tertuduh (Sity Saodah) dan penandatangan kuitansi hanya ada perjanjian pinjam-meminjam uang sebesar Rp.100.000,” tambah Suhandi Cahaya.
Apalagi, lanjut Suhandi Cahaya, dalam keterangan Ahli hukum Pidana Prof. Dr. Syaifuk Bakhari, S.H., M.H mengatakan dalam perkara Terdakwa (Sity Saodah) tidak ada unsur pidananya. Sebab, bonggol Cheque bukanlah surat sebagaimana ketentuan pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP. (rn/wn/red)