Muhammad Achyar dan Dinamika Pilkada Manggarai Barat 2020

Penulis : Syamsudin Kadir
(Penulis buku "Mencintai Politik" dan "Selamat Datang Di Manggarai Barat")

Pilkada Manggarai Barat atau Mabar terhitung tak lama lagi. Menurut keputusan KPU, Pilkada serentak 2020 diselenggarakan pada 23 September 2020. Mabar termasuk salah satu daerah di NTT yang turut serta dalam pesta demokrasi ini.

Sebagaimana galibnya, pesta demokrasi semacam pilkada selalu mendapat respon dari berbagai kalangan, terutama para politisi atau mereka yang memiliki ambisi untuk mengikuti pertarungan politik yang cukup bergengsi di tingkat daerah ini.

Dalam konteks Mabar, hal semacam itu sangat terlihat jelas bila kita membaca berbagai media massa juga media sosial beberapa waktu terakhir. Tema diskusi di berbagai forum dan obrolan di berbagai group media sosial selalu terkait dengan pilkada.

Sebagai sebuah respon atas pesta demokrasi, fenomena semacam itu layak diapresiasi. Minimal, itu pertanda bahwa politik sudah dipahami sebagai tema yang layak diperbincangkan oleh semua elemen, bukan melulu tema khas para politisi.

Pada konteks lanjutannya, fenomena semacam itu dapat menambah optimisme kita bahwa politik semakin mendapatkan ruangnya dalam bilik hati publik. Walau masih dalam tahap fenomena, dinamika politik Mabar akhir-akhir ini layak kita apresiasi.

Kalau ditelisik lebih khusus, munculnya Muhammad Achyar, yang kerap disapa Achyar, dalam dinamika politik Mabar layak ditelisik sekaligus diapresiasi bahkan didukung oleh semua elemen di Mabar. Mengapa demikian atau apa alasannya?

Pertama, Achyar adalah tokoh muda. Dalam perjalanan politik terutama pilkada Mabar, sepertinya baru kali ini muncul tokoh muda sebagai bakal calon, yang bisa jadi segera menjadi calon peserta pilkada. Achyar sendiri masih berusia 38 tahun. Sementara usia para tokoh atau politisi lain yang masih saja muncul dalam dinamika pilkada Mabar sudah berusia 40-an, 50-an bahkan 60-an tahun.

Hadirnya Achyar dalam dinamika politik Mabar merupakan energi motivasi tersendiri bagi kalangan muda di Mabar untuk tampil secara elegan dan terbuka dalam berbagai pesta politik. Ke depan, siapapun, terutama kalangan muda, sangat diperkenankan untuk turut serta dalam kompetisi pemilihan kepala daerah atau pilkada.

Achyar adalah pemantik awal bagi seluruh kalangan muda agar berani tampil dalam pertarungan politik. Dengan jumlah pemilih milenial yang cukup besar, Achyar sejatinya sedang melakukan proses pendidikan politik yang sangat bermutu dan berjangka panjang bagi dinamika politik Mabar, terutama bagi kalangan milenial itu.

Kedua, Achyar adalah tokoh pilihan atau alternatif. Selama belasan tahun perjalanan Mabar terutama perjalanan politiknya, dalam hal ini lebih khusus lagi pilkadanya, yang muncul adalah para tokoh atau politisi tua. Mereka kerap menjadi peserta pilkada, dengan hasil yang tentu saja tidak memuaskan alias belum beruntung. Mesti diakui secara jujur bahwa sebagian publik atau pemilih pun merasa bosan dengan realitas semacam itu.

Di berbagai media massa dan media sosial kita bisa baca dan menyaksikan nama-nama lama masih kerap disebut dan digadang-gadang sebagai bakal calon peserta pilkada Mabar. Tak salah memang, namun realitas semacam itu justru menjadi preseden buruk bagi demokrasi politik, terutama dalam hal regenerasi sekaligus kaderisasi kepemimpinan politik di Mabar.

Hadirnya Achyar merupakan salah satu jalan keluar dari kondisi semacam itu. Kebosanan publik dalam menyaksikan para tokoh atau politisi dalam pilkada Mabar mesti mendapatkan jalan keluar atau semacam tokoh alternatif. Di sini tentu bukan berarti menafikan peran baik para politisi yang berpengalaman, justru inilah salah satu cara menghargai mereka. Ya, dengan cara menghadirkan tokoh baru yang tak membosankan publik. Baik sebagai kesempatan atau momentum kaderisasi maupun sebagai upaya regenerasi kepemimpinan politik.

Ketiga, Achyar adalah tokoh penentu. Kalau kita membaca dan menelisik secara mendalam beberapa tokoh dalam dinamika politik Mabar akhir-akhir ini, salah satu tokoh yang belum punya pasangan selain Maria Geong, yang masih digadang-gadang sebagai “kuda hitam” adalah Achyar.

Kita tahu bahwa Maria Geong yang kini masih menjadi Wakil Bupati Mabar merupakan kader PDIP Mabar. Dalam berbagai pertemuan baik formal maupun informal, pendamping Agustinus Ch. Dula pada pilkada Mabar 2015 silam ini kerap menyampaikan niat baiknya untuk melanjutkan kepemimpinan eksekutif di Mabar.

Nah, dalam konteks itu, kehadiran Achyar semakin menemukan relevansinya. Sebab hingga kini Maria Geong belum menemukan bakal pendamping. Atau minimal belum mendapatkan pencocokan dalam konfigurasi bakal calon. Langkah cerdas sekaligus jitu yang dapat ditempuh agar niat baik Maria dalam melanjutkan pembangunan Mabar adalah menggandeng Achyar.

Kalau pun Maria tak memilih Achyar sebagai pendampingnya dalam pilkada Mabar 2020, Achyar tetap mrmiliki peluang besar untuk bergandengan dengan tokoh lain yang juga punya peluang untuk memenangi pilkada Mabar 2020. Tapi saya sangat percaya, Maria tak mungkin menempuh langkah yang keliru. Sebab kalau dikalkulasi dari berbagai sisi, Achyar adalah penentu apakah Maria bisa langgeng di jalur eksekutif Mabar atau tidak.

Saya, melalui catatan sederhana ini, tentu tidak sedang menggadang-gadang siapa pemenang pilkada Mabar 2020 mendatang. Saya hanya berbagi perspektif sekaligus informasi kepada warga Mabar perihal adanya tokoh baru sekaligus alternatif dalam konteks dinamika politik Mabar ke depan. Namanya Achyar.

Toh pilkada bukan hajat satu atau dua orang warga, bukan pula hajatnya Maria dan Achyar semata. Pilkada Mabar 2020 adalah hajat kita semua, dengan keragaman latar dan kepentingan kita masing-masing. Karena itu, setiap kita berhak menelisik fenomena politik Mabar.

Selanjutnya, kita sama-sama nantikan saja “siapa berpasangan dengan siapa”, dan yang penting lagi: “siapa pemenang pilkada Mabar 2020”. Apakah pasangan Maria-Achyar, atau Maria dengan yang lain, atau Achyar dengan yang lain, atau juga pasangan dan tokoh lain?

Fakta yang sulit dihindari, Achyar yang kini masih aktif sebagai pengacara ini, telah menghadirkan warna baru dalam dinamika politik Mabar. Bahkan saya meyakini bahwa Achyar adalah alternatif sekaligus penentu bagi siapapun yang ingin menang pada pilkada Mabar 23 September 2020 mendatang. (*)