DENPASAR – Dialog Kebangsaan yang digelar BEM IKIP PGRI Bali bersama PMKRI Sanctu Paulus Cabang Denpasar dengan tema “Tantangan Mahasiswa dan Demokrasi di Era Milenial dengan Semangat Sumpah Pemuda” yang bertempat di auditorium Redha Gunawan, kampus IKIP PGRI Bali, pada Kamis, (31/10/19) siang, diisi dengan pertunjukan tarian adat Manggarai, Flores, NTT yaitu tarian Lodok.
Tarian ini dipentaskan oleh empat orang Mahasiswi asal Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tergabung dalam Keluarga Besar Mahasiswa Kristiani (KBMK) IKIP PGRI Bali yang saat ini sedang mengenyam pendidikan di kampus Keguruan tersebut.
Keempat mahasiswi asal Manggarai tersebut diketahui bernama, Serly, Inggrid, Siska, dan Yani.
Mereka pun tampil sebagai pembuka acara dialog kebangsaan tersebut, yang disaksikan langsung oleh Rektor IKIP PGRI Bali, Para Wakil Rektor, Dekan di lingkungan IKIP PGRI Bali, anggota PMKRI Cabang Denpasar, para mahasiswa dari Universitas Warmadewa, Universitas Dwijendra dan tamu undangan lainnya.
Serli, salah satu peserta tarian tersebut mengungkapkan, tarian lodok yang Ia bawakan bersama ketiga temannya merupakan makna yang erat kaitannya dengan sebuah ritus persawahan orang manggarai, atau yang dikenal dengan sebutan sawah lodok (sawah berbentuk jaring laba-laba), untuk menjaga hubungan antara manusia dengan sang pencipta.
“Tarian ini punya kaitan yang erat dengan persawahan lodok di Manggarai. Dan memiliki makna, guna untuk menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dangan roh-roh leluhur,” ujar Serli, ketika ditanya media-wartanusantara.id.
Menurutnya, makna simbolik dari sawah lodok, dahulunya mengandung makna kekerabatan masyarakat, saat menjalankan ritual yang berkaitan dengan sawah yang mereka kerjakan.
“Maknanya itu dimana masyarakat dapat berkumpul bersama dalam menjalankan berbagai ritual adat yang berkaitan dengan siklus pertanian dan bergotong-royong, dalam mengerjakan sawah mereka,” ungkap Mahasiswi semester 5, Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial jurusan Pendidikan Ekonomi tersebut.
Untuk diketahui sebelumnya, acara tersebut dibuka secara resmi oleh Rektor IKIP PGRI Bali Dr. I Made Suarta, S.H, M.Hum.
Ditemui media-wartanusantara.id di sela-sela acara berlangsung, Rektor IKIP PGRI Bali menjelaskan, dengan adanya dialog kebangsaan yang diselenggarakan ini, dapat menepis segala isu – isu yang berkaitan dengan radikalisme.
“Tentunya sangat penting ya, untuk countersegala isu – isu yang berkaitan dengan radikalisme. Muda – mudahan dengan adanya dialog kebangsaan seperti ini, mahasiswa di lingkungan IKIP PGRI Bali tidak masuk ke dalam paham radikalisme,” ujarnya.
Bahkan, Made Suarta turut mengapresiasi dengan adanya kegiatan berupa dialog kebangsaan yang diselenggarakan antara PMKRI maupun BEM IKIP PGRI bali tersebut. Sebab, menurut Suarta, kegiatan tersebut bukan saja dilakukan pada hari Sumpah Pemuda, melainkan dengan hari nasional lainnya.
“Saya apresiasi dengan kegiatan seperti ini, dan saya rasa kegiatan seperti ini bukan saja dilakukan pada hari sumpah pemuda, melainkan dengan hari nasional, sperti hari lahir pancasila, dan lain sebagainya,” katanya
“Momentnya juga sangat bagus untuk membangkitkan semangat anak muda. Apalagi sekarang ini kan anak-anak sangat mudah terpengaruh dengan kondisi milenial, yang tentunya tidak lepas dari internet kan, jadi semuanya mudah masuk, baik dari segi positif, maupun negatif,” tambah Rektor IKIP PGRI Bali Dr. I Made Suarta,S.H, M.Hum.
Dikatakan Rektor Suarta, dengan adanya kerja sama yang baik antar pihak, tidak saja harus diselenggarakan dengan kegiatan serupa, melainkan dengan jenis kegiatan lain.
“Kerja samanya juga bukan hanya di bidang seperti ini, bisa juga di bidang lain. Misalnya mengadakan kejuaraan sepak bola, futsal, atau sejenis kegiatan olahraga lainnya, jadi bukan saja di sini. Jadi harapan kami kedepan, agar kita terus menjalin komunikasi, berkordinasi dengan tindakan-tindaka real, karena bentuk kerja sama itu juga akan terwujud dengan adanya tindakan real di lapangan. Bukan saja bentuk dialog,” ungkapnya.
Penulis: Wawan Setiawan
Editor: Febriano Kabur