Penulis: Syamsudin Kadir (Penulis buku "Selamat Datang Di Manggarai Barat")
Saya tak berteori ini itu. Karena memang bukan ahli dalam teori politik. Saya bicara senyaman dan sepantasnya saja. Begini, seremeh apapun seorang Bupati, dia tetap merupakan representasi rakyat. Dipilihnya juga langsung toh. Basis massanya ril. Terkalkulasi secara demokratis di jalur demokrasi yang sah.
Keterpilihannya tentu karena publik menghendakinya. Kalau tak disukai, tentu dia tak bakal dipilih dan tak terpilih. Faktanya, dia memenangkan kompetisi karena memang mendapatkan mandat pemilih. Pemilih juga kan bukan orang bodoh. Mereka punya basis argumentasi. Ada alasan yang membuat pemilih menjatuhkan pilihan di bilik suara oada Bupati yang terpilih.
Bagi saya, kalau berkualitas dan sudah siap total dalam politik ya bertarunglah di jalur politik. Dalam hal ini adalah Pilkada. Jadilah peserta. Sebab itu jalur yang memungkinkan terpilihnya pemimpin yang diharapkan mampu menjalankan mandat lebih dari yang sudah-sudah. Termasuk dari Bupati yang memimpin sekarang. Sederhana nalarnya.
Kalau kritik lalu sekadar angin lalu, apalagi hanya dibaca elemen warga yang bermain di group media sosial, apa iya memberi dampak besar bagi perubahan? Silakan jawab sendiri. Tentu dengan jujur dan kalkulasi yang matang. Biar jawabannya berdampak baik dan berjangka panjang.
Tapi biasanya begini: “mendapatkan kepuasan intelektual iya dapat, tapi kepuasan batin apa iya dapat juga?”. Ya begitulah. Kritik yang tak dibangun di atas bangunan pengetahuan yang luas dan data yang akurat bakal menambah orang atau pemilih bertambah geli. Bahkan jadi enggan mendekat. Karena orang juga punya akal sehat untuk menilai sebuah kritik. Mana yang wajar dan mana yang ngasal.
“Silakan bertarung di Pilkada Mabar 2020” adalah semacam ajakan konstitusional agar lebih subtantif. Karena itu adalah medium terbaik bagi terjadinya pergantian kepemimpinan. Selebihnya, biar nanti kalau-kalau terpilih, publik bisa menagih janji lebih keras dari yang ada sekarang. Publik atau pemilih bakal menjadi penagih janji paling jitu dan keras.
Di situ bakal diuji juga, apakah benar-benar pro rakyat dan mampu menjalankan mandat atau sekadar busa sekaligus basa-basi bernyawa kritik tapi tak punya daya gedor dan tak mampu melakukan apa-apa?
Jadi, silakan maju saja di Pilkada Mabar 2020. Masih berani kan? Jangan takut kalah atau gagal. Kompetisi artinya bertanding. Dalam pertandingan ada yang kalah dan ada yang menang. Kalau berani, itu baru mantap. Pasti seru tuh. Biar pesta demokrasi tak diikuti oleh itu-itu saja. Tapi oleh banyak peserta alias kontestan. Itu baru mantap.
Di sini kritik bukan saja relevan, tapi juga menemukan konteks substansinya. Sebab Pilkada adalah momentum sah dalam menentukan pemimpin atau Bupati yang mungkin mampu mewujudkan perubahan yang diimpikan.
Jadi, kapan pergi mendaftar ke DPD atau DPC partai politik di Mabar, berpasangan dengan siapa dan mendapat rekomendasi partai politik apa saja serta punya uang berapa? Kalau sudah beres, nah sekarang bersiaplah untuk bertarung secara jantan dan elegan. (*)